Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan info di grup WhatsApp dari seorang teman mengenai tawaran pembiayaan dari salah satu bank “syariah”. Setelah saya lihat detailnya, ternyata skemanya jatuh ke riba juga. Jadi terpikir untuk membuat tulisan mengenai riba di blog ini. Bagi seorang yang sudah belajar mengenai riba (meskipun masih di level introduction), sebenarnya tidak terlalu sulit mengidentifikasi apakah sebuah transaksi masuk dalam kategori riba atau bukan. Apalagi kalau transaksi pembiayaan dari perbankan, yang memang sudah sangat “tipikal”.

Yang jelas, riba termasuk dosa besar dalam Islam. Tidak ada kompromi, karena sudah disabdakan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan (al-muubiqaat).” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa yang membinasakan tersebut?” Beliau bersabda, “(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali jika lewat jalan yang benar, (4) makan riba, (5) makan harta anak yatim, (6) lari dari medan perang, (7) qadzaf (menuduh wanita mukminah yang baik-baik dengan tuduhan zina).” (HR. Bukhari, no. 2766 dan Muslim, no. 89)

Salah satu penjelasan mengenai riba dan ancaman pelaku riba ada disini:

Selain video di atas, penjelasan ustadz mengenai riba sudah bejibun bertebaran di dunia maya, baik dalam bentuk video maupun tulisan. Contoh tulisan mengenai riba dalam dunia perbankan ada di sini. Sekarang tinggal kita jamaah mau atau tidak untuk jauh-jauh dari riba. Namun ternyata, masih banyak juga umat Islam yang ngeyel kalau dikasih tahu masalah riba ini.

Satu bentuk riba yang banyak orang merasa berat untuk menghindarinya adalah riba KPR (kredit pemilikian rumah) atau yang sejenisnya. Alasan utamanya adalah harga properti (tanah dan/atau rumah) yang semakin hari semakin melangit. Kalau ndak pake KPR mana bisa tu kebeli tanah sama rumahnya?

Kalau kita mau berpikir kritis, sebenarnya harga properti yang melambung tinggi itu salah satunya ya karena adanya KPR ribawi itu. Coba bayangkan, dengan adanya KPR ribawi ini para penjual properti tak segan-segan menaikkan harga dagangannya, toh nanti terjual juga karena ada KPR. Kalau semua konsumen kompak say no to KPR ribawi, bisa jadi harga properti ndak seugal-ugalan seperti sekarang. Ini analisis saya sebagai orang awam. Bebas, boleh setuju boleh tidak.

Saya, sebagai seorang muslim, merasa berdosa kalau menyerah begitu saja dari riba di tengah kepungan transaksi KPR ribawi di sekitar. Sebagai seorang yang sudah berumah tangga, saya tentu ingin punya rumah sendiri. Tapi saya juga tidak mau jatuh ke transaksi ribawi. Terus bagaimana solusinya?

Di bawah ini usaha yang telah & sedang saya lakukan (ini murni sharing, penggunaan kalimat perintah hanya untuk memudahkan saja) dalam rangka membangun rumah idaman tanpa riba. Sampai saat ini rumah belum terbangun, tapi insya Allah masih on the track menuju ke sana.

  1. Yang pertama dan utama, berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kita manusia adalah makhluk yang lemah. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah tidak mungkin bisa kita lakukan tanpa pertolongan dari-Nya. Berdoalah dengan sungguh-sungguh, yakinlah Allah akan menolong karena kita sedang berusaha menjauhi larangan-Nya.

  2. Tanamkan di hati kita kalau kita pasti bisa menghindar dari riba. Ibarat perang, keyakinan inilah yang akan menjadi motivator utama dalam menjalani peperangan. Kalau dari awal sudah menyerah dengan kata-kata semacam “tidak mungkin terbeli tanpa KPR”, “bangun rumah tanpa KPR itu cuma mimpi” maka seketika itu juga peperangan berakhir dan Anda dinyatakan kalah.

  3. Carilah pekerjaan dengan gaji yang reasonable (kecuali anda bercita-cita menjadi pengusaha). Saran ini mungkin agak konyol, but I did it. Selepas lulus S2 tahun 2013, saya sampai resign dua kali dari dua tempat yang berbeda. Resign yang pertama karena posisi saya waktu itu cuma tenaga magang dengan gaji ndak jelas, membuat saya berpikir rasanya tidak logis bertahan dengan penghasilan segitu. Resign kedua karena saya merasa gaji yang tidak layak untuk hidup di kota metropolitan meskipun waktu itu sudah berstatus CPNS (walapun yang kedua ini karena ndak betah juga di lingkungan kerjanya, hehe). Alhamdulillah di tempat kerja yang ketiga ini saya merasa cocok dengan penghasilan yang saya terima. Intinya adalah, kalau Anda merasa tidak cocok dengan gaji/penghasilan di sebuah tempat kerja, segera bertindak. Resign jalan paling ekstrim memang, tapi saya melakukannya dalam rangka tujuan besar di atas.

  4. Kalau sudah menemukan pekerjaan yang pas, bekerjalah dengan giat. Buatlah target saving bulanan minimal. Saya pribadi alhamdulillah cukup disiplin kalau urusan catat mencatat keuangan. Jadi saya bisa tahu di akhir bulan berapa uang yang masuk dan berapa yang keluar. Kalau misalkan target saving meleset, berarti harus ada evaluasi untu bulan ini dan perubahan untuk bulan berikutnya.

  5. Hiduplah sederhana, tidak perlu “nggaya”. Belilah barang yang memang Anda butuhkan untuk hidup sehari-hari. Kurangi acara kulineran, apalagi kuliner keliling, yang biasanya akan membobol dompet Anda dalam-dalam. Masak sendiri (maksudnya dimasakin istri 😃) lebih sehat dan lebih hemat.

  6. Tidak perlu iri dengan teman seangkatan yang sudah “sukses” membangun rumah. Masing-masing punya jalur rejeki sendiri. Kita tidak tahu bagaimana cara mereka bangun rumah. Tetaplah konsisten dengan tujuan besar kita. Saya pribadi sudah 11 tahun sejak lulus Sarjana dan sampai saat ini rumah belum terbangun. Alhamdulilllah enjoy2 saja.

  7. Saya masih menggunakan cara konvensional (baca: nabung). “Terus selama nabung tinggal dimana?” Tak jawab, “Ya ngontrak, memang mau tinggal di kemah? Gak to”. Kalau ada bilang lagi, “Itu duit buat ngontrak kan lumayan buat uang muka/cicilan KPR”, tak jawab lagi, “Saya belum pernah hitung-hitungan masalah ini, tapi rule-nya riba haram ya tetap haram, titik”. Ini bukan masalah hitung-hitungan nominal lagi, tapi sudah menyangkut halal dan haram, surga dan neraka, bro.

  8. Tidak ada step istimewa dari poin 1-7 di atas, sederhana saja. Yang penting harus sabar dan konsisten, karena ya itu, metode konvensional. Kalaupun harus ngontrak dulu dalam waktu yang lama, katakanlah 10 tahun, ya menurut saya ndak masalah. Saya nikah tahun 2012, berarti 8 tahun berlalu dan belum ada rumah. Alhamdulillah istri saya orang yang sabar. Lagipula saya sedang sekolah PhD di luar negeri juga dan istri tinggal di rumah mertua, mau bangun rumah buat siapa? Hehe.

  9. Saya tahu sekarang ini bermunculan beberapa BMT yang memberikan layanan pembiayaan yang syar’i. Apakah itu bisa jadi solusi? Iya, bisa. Tapi saya pribadi tidak memilih opsi ini karena diantara mereka (setahu saya) ambil margin yang “lumayan”, meskipun halal-halal saja. Tapi saya ko merasa eman-eman, lebih baik nabung saja.

  10. Last but not the least, tawakkal kepada Allah setelah semua usaha kita lakukan. Kembalikan ke prinsip “manusia boleh berusaha, Allah yang menentukan hasilnya”. Kalau sudah begitu, insya Allah hati menjadi tenang dan ndak grusa grusu.

Ini cara saya, bagaimana cara anda?