Genap 1 tahun (= 2 semester) sudah saya resmi menyandang status sebagai mahasiswa PhD. Dari 10 mata kuliah yang wajib saya ambil, setengah jalan sudah terlewati dengan baik. Alhamdulillah dari 5 mata kuliah, 3 diantaranya dapat sangat bagus dan 2 mata kuliah lain juga lumayan bagus. Lumayan lah, sedikit hiburan di tahun 2020 yang sangat berat kemarin. Apalagi di KAU kue yang bernama “PhD in Electrical and Computer Engineering” itu komposisi utamanya adalah coursework, sampai-sampai saya pernah berkelakar kalau ini PhD by coursework, hehe.

Flashback 1 Tahun ke Belakang

Sejatinya 1 tahun pertama sekolah PhD di KAU tidaklah mudah. Apalagi tahun 2020 kemarin merupakan tahun yang extraordinary dengan adanya pandemi covid. Maka, komplit sudah tantangan yang saya hadapi selama 1 tahun pertama studi:

Tantangan pertama adalah menyandang status “mahasiswa PhD Indonesia pertama” sekaligus “mahasiswa Indonesia pertama” di Departemen Teknik Elektro dan Komputer KAU. Pernah ada yang mewanti-wanti kalau kami ndak perform, nanti menghambat penerimaan mahasiswa Indonesia di masa yang akan datang. Walaupun saya anggap warning ini agak berlebihan, saya iyakan saja dan saya anggap sebagai pelecut semangat.

Tantangan kedua, baru dapat kuliah kurang lebih 1 bulan, qaddarullah pandemi menyerang. Pemerintah Saudi bergerak cepat dengan meng-online-kan semua kegiatan belajar mengajar. Enak dong bisa kuliah sambil rebahan di kamar aja? Salah besar. Kuliah online justru saya rasakan sangat berat. Penjelasan dosen menjadi kurang maksimal, apalagi sifat kuliahnya yang sangat matematika. Kuliah-kuliah seperti ini sudah pasti lebih optimal kalau dijelaskan dengan corat coret di papan tulis. Namun, kembali saya teringat kaedah yang terkenal, “kalau tidak bisa diambil semuanya, ya jangan ditinggalkan semuanya”. Kaedah ini cukup ampuh untuk memompa semangat belajar di tengah berbagai keterbatasan.

Tantangan ketiga adalah kewajiban mengambil kuliah-kuliah wajib yang jujur saya sendiri agak asing dengan beberapa konten-nya. Sebelum datang ke sini, saya sudah sadar betul bahwa secara jumlah SKS porsi coursework di program PhD saya ini lebih besar dari porsi tesis. Awalnya saya berpikir, “ahh kuliah-kuliah itu kan level PhD, harusnya bukan exam-oriented seperti anak S1, jadi saya bisa nyambi merintis tesis sejak semester awal”. Tapi toh nyatanya tidak seperti itu. Hampir semua mata kuliah ada exam-nya, bahkan sebagian besar closed-book exam dan bahkan exam-nya berkali-kali. Tidak cukup exam, beberapa mata kuliah juga ada tugas term paper. Nah, tugas dan ujian ini sudah pasti sangat menguras tenaga dan waktu. Saya pribadi terus terang lebih menikmati membuat term paper dibanding harus exam, apalagi kalau buku tertutup, karena pasti harus menghapal sekian rumus. Kalau term paper kan output-nya jelas, yakni paper itu sendiri. Alhamdulillah sejauh ini saya sendiri sudah menghasilkan 3 paper dari tugas term paper di 3 mata kuliah. Namun, karena “cuma” tugas kuliah, level kedalaman paper tentu tidak terlalu advanced. Sempat berpikir juga, kalau waktu untuk mengerjakan term paper ini saya gunakan untuk fokus di topik tesis, mungkin saya bisa menghasilkan “sesuatu” yang bisa di-publish di jurnal top. Anyway, apapun itu tetap layak disyukuri. Minimal saya dapat banyak knowledge baru dari kuliah-kuliah yang sudah saya ikuti walaupun mungkin tidak berkaitan dengan tesis yang nantinya akan saya lakukan.

Menata Kembali Target dan Orientasi

100% saya sadar kalau bagi seorang mahasiswa PhD, IPK itu hanya sekedar gimmick saja. Bukannya IPK ndak penting, penting ko. Bahkan di KAU, kalau IPK kurang dari 3.75 (skala 5) mahasiswa PhD bisa kena DO. Akan tetapi, mental “terlalu puas dengan IPK tinggi” ini sejatinya adalah mental mahasiswa S1. Kata Jason Wong, professor computer science di Carnegie Melon University, faktor sukses pertama bagi mahasiswa PhD adalah dia harus segera meninggalkan “undergraduate mentality”. Apa itu “undergraduate mentality”? Gampangnya, “undergraduate mentality” itu adalah terlalu IPK-oriented. Tulisan Wong bisa dilihat di sini. Terus mental seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa PhD? Perlu deskripsi panjang lebar kalau ini 😐. Kapan-kapan pengen buat tulisan tentang ini.

Anyhow, tantangan ke depan dalam menyelesaikan studi ini masih sangat besar dan berliku. Obstacle yang menanti saya masih banyak: masih harus menyelesaikan 5 mata kuliah yang tentu akan sangat menguras waktu dan tenaga, ujian komprehensif, dan yang paling tentu tesis. Self reminder for me, yang namanya PhD itu kan riset. Tiada guna IPK bagus tanpa riset yang bagus. Tiada faedah IPK tinggi tanpa publikasi di jurnal bereputasi.

Tetap fokus, tetap kencangkan ikat pinggang, tapi jangan lupa bahagia. Semoga Allah mudahkan untuk bisa lulus dalam 3 tahun 💪.