Kuliah di luar negeri adalah sebuah privilege yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Meskipun kuliah di luar negeri itu berat dan banyak tantangannya, banyak orang yang menginginkannya. Sayangnya, tak semua mampu mendapatkannya. Strategi yang kurang tepat menjadi sebab utamanya. Oleh karena itu, di postingan ini ijinkan saya berbagi tips untuk mendapatkan beasiswa kuliah di negeri yang jauh di sana.

Berkuliah di luar negeri bisa dibagi menjadi 3 kondisinya:

  1. Kuliah dengan beasiswa dari pemerintah Indonesia atau institusi apapun yang ada di Indonesia (perguruan tinggi, industri, LSM, dll)
  2. Kuliah dengan biaya sendiri atau pembiayaan dari orang tua (istilah keren-nya FM Scholarship = Father Mother Scholarship)
  3. Kuliah dengan beasiswa dari lembaga di luar Indonesia (bisa dari universitas tujuan, dari pemerintah di negara universitas tujuan berada, dari industri, atau dari lembaga lain)

Konteks tulisan ini adalah untuk kondisi no 3 ya. Jadi kalau anda mencari tips untuk kondisi no 1 dan 2, probably this doesn’t fit your need.

Berikut tips sederhana-nya versi saya.

#1 Banyak Berdoa

Berkuliah di luar negeri apapun motivasinya sah-sah saja selama tidak melanggar ajaran agama dan tidak melanggar hukum. Apalagi kalau anda memiliki tujuan mulia seperti mencerdaskan diri agar bisa berkontribusi ke pembangunan bangsa, atau berkarir di luar negeri yang nanti pengalamannya bisa ditularkan ke Indonesia, atau memperluas pergaulan, atau motif serupa yang lain. Oleh karenanya, jangan lupa berdoa kepada Allah. Tidak ada yang sulit bagi siapapun yang telah dimudahkan Allah. Ini adalah tips pertama dan terpenting. Jadi jangan sampai tidak dilakukan ya.

#2 Minta Doa Kepada Orang Tua

Ini serius ya, this is not a trivial trick. Akhir tahun 2014 akhir saya mendapatkan kesempatan untuk menempuh PhD di sebuah universitas top di Finlandia. Beasiswa LPDP sudah dalam genggaman dan hanya tinggal mengurus visa untuk berangkat. Namun tampaknya, ibu saya kurang begitu suka kalau saya lanjut studi di Finlandia, sebuah negara antah berantah yang menurut pandangan beliau sangat jauh di sana. Apalagi kondisi saat itu saya belum memiliki pekerjaan yang “jelas”. Keluarga kami bukan keluarga akademisi, jadi wajar kalau pilihan sekolah sampai S3 sebelum memiliki pekerjaan yang “jelas” bukanlah pilihan yang populer. Singkat cerita, saya pun gagal berangkat.

Apapun itu, bagi saya pilihan ibu saya adalah pilihan yang terbaik buat saya. Poin yang ingin saya ambil di sini, dahulukan ridho orang tua di atas yang lain. Kalau nanti anda jadi kuliah di luar negeri, doa orang tua insya Allah akan menjadi senjata andalan anda.

#3 Rajin Mencari Info Beasiswa di Internet

Di luar sana, informasi beasiswa bertebaran dimana-mana. Sayang sekali kalau kita malas menginvestasikan waktu sekedar untuk mencari informasi di internet. Hampir semua universitas terkemuka di tiap negara (setahu saya) memiliki program beasiswa dan mayoritas terbuka untuk didaftar oleh mahasiswa asing. Selain googling, informasi beasiswa juga bisa didapatkan dari media sosial. Di sana bertebaran akun-akun yang royal sekali berbagi info beasiswa. Paling gampang, tinggal follow akun media sosial PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) yang tersebar di berbagai negara. Bahkan selain informasi beasiswanya sendiri, informasi mengenai kelengkapan mendaftar beasiswa secara umum juga bisa ditemukan di internet. Contoh, cara membuat personal statement, cara menyusun proposal riset, dan yang sejenisnya. Jadi bersyukurlah anda yang suka kepo, silakan manfaatkan ilmu kepo anda untuk menggali informasi di dunia maya.

#4 Jangan Terlalu Idealis dan Terlalu Ketat Memilih Tujuan

Kalau anda seseorang yang berkualifikasi sangat tinggi, barangkali ini tidak relevan karena anda memiliki privilege untuk memilih dan beridealisme dengan tempat kuliah yang anda sukai. Artinya, kalau tidak kuliah di universitas tertentu atau di negara tertentu, lebih baik tidak. Tapi kalau anda berkualifikasi standar dan biasa-biasa seperti saya, maka tips ini insya Allah relevan. Jadi, kalau anda bertanya kenapa saya kuliah teknik di Arab Saudi (karena pandangan banyak orang, Arab Saudi itu hanya untuk kuliah syariah atau bahasa arab), jawabannya ya berkaitan dengan tips no 4 ini.

Jangan terlalu idealis bermakna jangan hanya mendaftar beasiswa di satu tempat kemudian anda yakin pasti lulus seleksi di tempat tersebut. Sebar saja aplikasi ke beberapa tempat/universitas termasuk ke universitas/negara yang dianggap gengsinya kurang, kita tidak tahu mana yang jadi rejeki kita. Ini yang saya lakukan. Jadi, kenapa saya kuliah di Arab Saudi, alasan realistisnya adalah karena memang itu yang saya dapatkan setelah mencari di berbagai tempat. Kalau saja saya terlalu memikirkan prestise dan gengsi, barangkali sampai sekarang saya masih menjadi scholarship hunter. Memang prestisnya kurang, tapi minimal saya tidak merepotkan institusi tempat kerja saya (baca: minta beasiswa) dan juga tidak perlu memakai beasiswa dari pemerintah Indonesia (yang otomatis bakal dipantau netizen karena duitnya dari pajak rakyat Indonesia katanya).

Terkadang kita harus memilih, mau kuliah di tempat bergengsi tapi menghabiskan uang negara miliaran rupiah atau kuliah di tempat yang kurang bergengsi tapi gratis (di beberapa kondisi bahkan bisa sampai kirim uang ke Indonesia) karena memperoleh beasiswa di universitas tujuan atau negara tempat universitas tujuan tersebut berada.

Jadi, selamat berburu beasiswa.